Pemerintah Bakal Berlakukan Pajak Karbon, Pengamat: yang Kena Imbasnya Masyarakat

Pemerintah resmi mengajukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas karbon. Adapun tarif pajak karbon yang diusulkan pemerintah sebesar Rp 75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan kebijakan tersebut cenderung akan memberatkan bagi pengusaha dan juga masyarakat. 

“Ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor energi. Salah satunya perusahaan PLN. PLN nanti mau tidak mau akan otomatis meningkatkan biaya produksi dan berakhir pada kenaikan tarif dasar listrik yang menjadi beban masyarakat,” ujarnya kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (14/9/2021).

Namun, lanjut dia, jika pemerintah tidak ingin memberi beban kepada masyarakat dengan tarif dasar listrik (TDL) yang naik, maka pada akhirnya pemerintah akan membantu masyarakat dengan memberikan subsidi kepada PLN.

“Kalau ini dilakukan, dampaknya lagi-lagi beban keuangan negara akan bertambah karena ada subsidi tambahan itu,” jelasnya.

Menurut Mamit, apabila pengenaan tarif pajak ini resmi ditetapkan oleh pemerintah, menjadi tidak efektif. Tetapi beda halnya, jika batu bara di dalam negeri sudah menipis, baru kebijakan pajak karbon tepat diberlakukan.

Ia menuturkan bahwasannya dalam kondisi seperti sekarang ini merupakan posisi yang kurang tepat untuk mengenakan pajak karbon. Sebab, masih banyak sektor yang masih berusaha untuk bangkit dan masyarakat juga tengah berjuang dalam membangkitkan perekonomiannya. Sehingga, bagi dia, pengenaan pajak karbon ini perlu dipertimbangkan kembali.

“Perekonomian kita belum seutuhnya pulih, badan usaha seperti PLN juga sedang mencoba untuk bangkit. Saya kira ini menjadi penting sekali bagi Kementerian Keuangan untuk dipertimbangkan kebijakan karbon ini,” ungkapnya.

Mamit menambahkan apabila pajak ini betul-betul disahkan, baik jika penghitungannya dijelaskan lebih rinci dan dijabarkan sektor-sektor mana saja yang diberlakukan.