Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo mengungkapkan pihaknya telah berhasil mengurangi biaya yang harus dibayar atas kelebihan listrik sebagai biaya Take or Pay hingga lebih dari Rp. 40 triliun.
Diketahui, akibat adanya kelebihan listrik PLN harus menanggung beban listrik yang tidak terpakai, karena pada saat ini skema pembelian listrik dilakukan menggunakan Take or Pay (ToP). Sehingga PLN melakukan pengurangan kontrak proyek listrik untuk mengurangi beban ToP. Selain itu, pihaknya juga telah berhasil mengundur kontrak dalam upaya renegosiasi.
“Sebagian bisa kita batalkan, kita kurangi, kemudian kita undur, kontraknya kita kurangi, yang kita sebut sebagai renegosiasi. Dimana, kami berhasil mengurangi beban Take or Pay Rp. 40 sekian triliun,” ungkap Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (8/2/2023).
Darmawan juga menyatakan kelebihan pasokan listrik ini tentunya disebabkan oleh beberapa factor, salah satunya karena asumsi pertumbuhan ekonomi yang dijadikan acuan ternyata tidak sesuai prediksi awal.
Menurutnya, pertumbuhan listrik di Jawa pada tahun 2014-2015 diperkirakan tumbuh sekitar 7-8%. Angka tersebut berbasis pada asumsi pertumbuhan ekonomi pada saat itu yang diperkirakan dapat mencapai kurang lebih 6,1%.
Selain itu, terdapat kolerasi antara pertumbuhan ekonomi dan permintaan listrik waktu itu. Dimana pada saat ada pertumbuhan ekonomi 1% maka pertumbuhan permintaan listrik diproyeksi mencapai 1,3%. “Jadi pada saat pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi dan pariwisata, ternyata kolerasinya bergeser bukan 1,3% namun turun menjadi 0,8% atau 0,9%. Itu artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi pertumbuhan demand listrik yang tinggi.” Ujar Darmawan.
No comment yet, add your voice below!