Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan pemerintah harus serius dalam penerapan peraturan ini jangan sampai kejadian serupa terulang pada penerapan pajak karbon.
“Pemerintah harus konsisten dalam penerapan perpres ini. Jangan sampai seperti maju mundur seperti tarif karbon yang penerapannya sampai ditunda dua kali. Jelas ini membuat nama baik pemerintah dan keseriusan pemerintah menjadi terganggu,” ujar Mamit saat dikonfirmasi Warta Ekonomi.
Mamit mengatakan, Perpres 112/2022 ini merupakan langkah awal dalam regulasi terkait dengan EBT sambil menunggu disahkannya UU EBT.
Menurutnya, melalui Perpres ini, arah pengembangan EBT di Indonesia sudah semakin terlihat dan diharapkan konsisten dalam menjalankan Kepres tersebut.
“Termasuk juga pelarangan pembangunan PLTU baru bagi PLTU yang tidak masuk dalam RUPTL maupun yang tidak bisa memberikan dampak ekonomi,” ujarnya.
Lanjutnya, melalui aturan harus mengurangi emisi sebesar 35 persen setelah 10 tahun beroperasi merupakan komitmen pemerintah untuk mengurang emisi dan menuju green.
Dengan begitu, pembatasan operasi sampai 2050 juga merupakan sebagai lngkah tepat menuju NZE pada 2060 yang akan datang.
“Pemerintah jika pun akan memberikan izin PLTU baru maka harus benar-benar memperhatikan segala aspek termasum multiplier effect-nya,” tutupnya.
No comment yet, add your voice below!