Negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC+ memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari. Hal itu dikhawatirkan akan memperburuk inflasi global saat ini.
OPEC+ adalah kelompok dari 23 negara pengekspor minyak yang rutin mengadakan pertemuan untuk memutuskan berapa banyak minyak mentah yang akan dijual di pasar dunia. Inti dari kelompok ini adalah 13 anggota OPEC yang sebagian besar adalah negara-negara Timur Tengah dan Afrika.
Sri Mulyani mengatakan Brent yang menjadi patokan harga minyak mentah dunia sempat mengalami penurunan. Namun, kemudian naik kembali sesudah OPEC memutuskan untuk mengurangi produksinya. Dampak dari keputusan OPEC+ menjadi pembahasan di dalam Kelompok 20 atau G20.
“Ini menyebabkan salah satu topik yang juga dibahas di dalam G20 kemarin, dampak dari keputusan OPEC yang dianggap akan makin meningkatkan harga minyak dan memperburuk inflasi,” ujar Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI
Sementara itu, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menilai dampak keputusan OPEC+ akan cukup signifikan bagi Indonesia. Sebab, Indonesia adalah net importir. Sederhananya, negara ini memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap impor dalam memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri.
OPEC+ memangkas produksi minyak mentah sebagai upaya mereka untuk menjaga harga minyak tetap bertahan pada level yang cukup tinggi. Dengan kondisi rupiah yang terus tertekan atas mata uang dolar Amerika Serikat (AS), dan harga minyak tinggi maka berdampak terhadap biaya produksi BBM.
Oleh karenanya, Mamit meyakini jenis BBM umum (JBU), yakni Pertamax series pasti akan mengalami penyesuaian harga lantaran produk energi ini tidak disubsidi dan dikompensasi pemerintah.
“Dengan formula sesuai dengan Kepmen ESDM 62/2020 maka pada akhir bulan mereka akan kembali melakukan evaluasi harga BBM. Kemungkinan saya kira akan ada kenaikan BBM umum pada bulan depan,” katanya kepada IDN Times baru-baru ini.
No comment yet, add your voice below!