Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan berkat program hilirisasi dan pelarangan ekspor bahan mentah oleh Presiden Jokowi sukses memberikan nilai tambah bagi produk Nikel.
“Program hilirisasi memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi bukan hanya perekonomian nasional tetapi juga ekonomi lokal,” ujar Mamit
Dengan adanya program hilirisasi, kata dia, meskipun hanya barang seperempat jadi tetapi memberikan dampak yang cukup signifikan bagi penerimaan negara.
Menurut Mamit, program hilirisasi ini membuat perekonomian daerah tumbuh. Perekonomian nasional juga mengalami peningkatan, PNBP meningkat, dan pajak juga mengalami peningkatan.
Ke depan, menurut Mamit, hilirisasi ini perlu pengembangan tidak sebatas pembangunan smelter saja atau mengolah barang setengah jadi melainkan bisa sepenuhnya diolah sendiri di dalam negeri hingga menjadi barang jadi.
“Jadi, saya kira ini merupakan langkah positif terkait dengan hilirisasi,” ucap Mamit.
Dia berharap hilirisasi ini benar-benar mencapai yang namanya end to end sampai ke customer.
Mamit mendorong pemerintah agar produk-produk dari hilirisasi tersebut bisa diolah oleh industri dalam negeri yang hasilnya justru bisa dinikmati oleh masyarakat.
Oleh karena itu, Mamit mendorong kebijakan yang dapat mengundang investor untuk berinvestasi menciptakan produk hilirisasi menjadi barang jadi.
Menurut Mamit, perlu adanya kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk mengundang investasi-investasi besar yang menggunakan produk smelter itu untuk berinvestasi di Indonesia.
Lebih lanjut, Mamit mengatakan hal itu dilakukan untuk mengantisipasi jika suatu saat raw matrial yang dimiliki sumber daya alam Indonesia ini menipis.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia mendapat keuntungan negara yang besar dari hasil ekspor nikel yang sudah masuk dalam proses hilirisasi. Keuntungan negara dari ekspor yang didapat pada tahun ini mencapai sekitar US$ 30 miliar atau Rp 450-an triliun (kurs rupiah Rp 15.300 per dolar AS).
Menteri Investasi atau Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan sejak pemerintah melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri, pemerintah mewajibkan untuk melakukan ekspor nikel melalui barang bernilai tambah lewat hilirisasi.
Hasilnya, pendapatan negara dari ekspor barang bernilai tambah itu melejit secara signifikan. Bahlil merinci pada tahun 2017 ketika ekspor dilakukan melalui barang mentah, Indonesia hanya mendapatkan US$ 3,3 miliar.
Kemudian meningkat di tahun 2021 mencapai US$ 21 miliar.
“Dan, tahun 2022 US$ 30 miliar,” ucap Bahlil.
No comment yet, add your voice below!