Jakarta, energywatch.or.id – Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga berharap, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Hiroshima dapat membuktikan komitmennya. Dalam mendukung upaya transisi energi di Indonesia.
“Itu sesuai yang diinginkan Presiden Jokowi dan Indonesia,” ujar Daymas dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Minggu (21/5/2023).
Menurutnya, Indonesia menginginkan adanya percepatan transisi energi dengan sistem partnership. Dimana nilainya mencapai 20 miliar dollar AS atau sekitar Rp298 triliun.
“Dana ini memang dipergunakan untuk mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga batu bara,” ucapnya.
Diketahui, ke depannya Indonesia tidak akan menggunakan lagi energi batu bara dalam menjalankan pembangkit listriknya. Meski diakuinya, transisi energi ini membutuhkan biaya yang cukup besar.
“Jadinya ini mengakibatkan dampak investasi yang cukup besar,” katanya.
Oleh karena itu, menurutnya, bantuan dari negara-negara G7 yang memang sudah berkomitmen saat sejak KTT G20 ini diperlukan.
“Komitmen G7 ini untuk mendorong pensiun dini dari PLTU tersebut. Apalagi, Indonesia memiliki target penurunan emisi hingga 31,89 hingga 42 persen,” lanjutnya.
Ia berharap Indonesia mendapatkan investasi energi bersih dalam pertemuan KTT G7 ini. Selain itu, juga mendapatkan komitmen untuk pengembangan mobil listrik dan baterai Lithium di Indonesia.
“Tentu saja itu karena membutuhkan ekosistem yang tidak bisa berdiri sendiri untuk mobil listrik ini,” ucapnya.
Menurutnya, hal ini memerlukan ekosistem yang menyeluruh untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia. Dimana hal ini ditargetkan hingga tahun 2030.
“Untuk energi bersih ini memerlukan sebuah proses yang panjang,” katanya.
Di sisi lain, ia mengapresiasi komitmen pemerintah untuk mendukung energi baru dan terbarukan. Hal itu lantaran energi ini lebih ramah lingkungan dan rendah emisinya.
“Tetapi itu membutuhkan bantuan investasi untuk mempercepat proses. Mimpi-mimpi Indonesia ini bisa terwujud di 2030,” kata Daymas.
No comment yet, add your voice below!