Jakarta, energywatch.or.id – Pemerintah didesak untuk segera mencari investor baru bagi proyek pengembangan kilang atau refinery development master plan (RDMP) PT Pertamina (Persero), setelah Bank Ekspor-Impor (Eksim) Amerika Serikat (AS) batal menyalurkan rencana pinjaman US$99,7 juta atau setara Rp 1,46 triliun (asumsi Rp 14.600/US$).
Pinjaman tersebut sejatinya diharapkan membantu meningkatkan produksi bensin sebanyak 101.000 barel per hari di kilang minyak PT Kilang Pertamina Balikpapan.
Namun, hngga saat ini, Pertamina mengeklaim belum mendapatkan pemberitahuan langsung dari Bank Eksim AS terkait dengan batalnya rencana pendanaan mereka ke RDMP Balikpapan.
“Sampai dengan saat ini, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) belum mendapatkan pemberitahuan pembatalan pemberian pinjaman terkait dengan project financing RDMP Balikpapan senilai US$99,7 juta dari Bank Ekspor-Impor AS,” kata Corsec Kilang Pertamina Internasional Hermansyah Y Nasroen saat dimintai konfirmasi, Jumat (28/4/2023).
Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga Radiandra mengatakan RDMP Balikpapan tersebut merupakan kebutuhan mendesak Indonesia untuk memiliki kilang sendiri dan mengurai ketergantungan terhadap impor migas
“Jadi, kami melihat, kalau Bank Eksim AS itu mundur, tentunya Pertamina atau pemerintah perlu melakukan mitigasi atau pencarian investor yang lain. Sebab, menurut kami [proyek] ini merupakan sebuah urgensi untuk Indonesia. Apalagi memang kapasitas RDMP Balikpapan ini cukup signifikan, dari 260 kbpd [kilo barrel per day], menjadi 360 kbpd. Jadi memang betul, ini sangat signifikan. Ini merupakan salah satu dari 6 proyek RDMP yang memang sedang dilaksanakan,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (29/4/2023) petang.
Menurut Daymas, upaya mencari investor bagi proyek kilang di Tanah Air akan makin menantang ke depannya sejalan dengan kian tingginya komitmen negara-negara maju untuk menyetop pendanaan ke proyek-proyek energi fosil dan mencapai net zero emission pada kisaran 2050—2060.
“Namun, sekali lagi, kalau kami melihat ini merupakan proyek yang harus tetap dilaksanakan. Baik Pertamina maupun pemerintah tentunya harus mencari mitigasi dari investasi yang lain,” lanjutnya.
Dia menilai sebenarnya Pertamina sanggup untuk melakukan pendanaan sendiri terhadap proyek-proyek RDMP-nya. Meski membutuhkan biaya besar, dia berpendapat investasi RDMP akan lebih menguntungkan Pertamina dalam jangka panjang.
“Kalau kita bisa produksi dari dalam negeri, tentunya ada selisih harga yang perlu ditelaah dan dikaji ulang, baik oleh pemerintah maupun Pertamina, untuk bisa mengambil proyek ini dengan investasi sendiri, kalau dari negara lain menarik mundur terhadap investasi pengolahan bahan bakar ini.” tuturnya.
Sebelumnya, Bank Eksim AS dikabarkan batal menyalurkan pinjaman setelah mempertimbangkan bahwa aksi tersebut berseberangan dengan misi Presiden Joe Biden untuk berhenti mengucurkan dolar publik ke proyek bahan bakar fosil asing.
Para direktur Bank Eksim AS telah dijadwalkan untuk memberikan suara pada Kamis terhadap rencana tersebut. Adapun, pinjaman terhadap Indonesia itu sejatinya diharapkan membantu meningkatkan produksi bensin sebanyak 101.000 barel per hari di kilang minyak PT Kilang Pertamina Balikpapan.
Akan tetapi, usulan pembiayaan tersebut ditarik dari agenda pertemuan dewan Bank Eksim AS pada Rabu menyusul protes dari aktivis lingkungan, yang menyatakan pinjaman itu akan menjadi pengkhianatan terhadap komitmen Biden untuk memerangi perubahan iklim.
“Sebagai respons terhadap pertanyaan pemangku kepentingan baru-baru ini, proyek [pinjaman] tersebut telah dihapus dari agenda. Ini akan diadakan untuk tindakan dewan lebih lanjut sampai Bank Eksim dapat melakukan percakapan tambahan yang penting ini,” kata juru bicara Bank Ekspor-Impor AS Sean Bartlett.
.
No comment yet, add your voice below!