Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan memperingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengambil kebijakan menaikkan harga BBM subsidi dan kompensasi. Sebab dampaknya bisa menggerus daya beli masyarakat dan meningkatkan inflasi. Namun, Mamit melihat keputusan ini memang harus segera diambil untuk lebih menyehatkan APBN. Apalagi selama ini penyaluran pertalite dan solar subsidi banyak yang tidak tepat sasaran.
“Yang namanya kenaikan BBM, pasti akan berdampak pada daya beli dan juga inflasi karena otomatis ada kenaikan harga barang dan jasa. Ini akan menambah beban masyarakat di tengah kondisi yang belum pulih pascapandemi. Tinggal dihitung berapa persen kenaikan pertalite maupun solar subsidi, sehingga bisa dihitung dampaknya terhadap inflasi. Jadi saya kira pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan ini. Tetapi ini menjadi salah satu cara untuk menyelamatkan APBN kita, memberikan ruang fiskal yang sedikit longgar,” kata Mamit kepada Beritasatu.com, Kamis (18/8/2022).
Mamit menyampaikan, kenaikan harga BBM subsidi juga bisa memberi dampak sosial, seperti aksi demo menolak kenaikan harga BBM. Hal ini juga perlu dipertimbangkan karena bisa memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Namun, Mamit akan memberi acungan jempol apabila pemerintah berani mengambil kebijakan yang tidak populis ini.
“Kita memang perlu menaikkan harga pertalite dan solar subsidi karena harga keekonomiannya sudah sangat tinggi, dan juga gampang terjadi penyelewengan apalagi solar subsidi. Jadi saya kira kebijakan ini harus diambil, tinggal seberapa beraninya pemerintah karena pastinya ada dampak sosial juga,” kata Mamit.
Ketimbang dilakukan bertahap, Mamit menilai rencana kenaikan BBM subsidi ini sebaiknya dilakukan sekali saja agar dampak yang ditimbulkan tidak berulang.
“Kalau naiknya sedikit-sedikit, lalu bulan depan naik lagi, dampaknya bisa berulang. Lebih baik sekalian saja, sehingga bisa ditangani dampaknya sekaligus,” kata Mamit.
Mamit juga menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo yang berulang kali menyampaikan anggaran untuk subsidi energi dan kompensasi pada tahun ini yang sangat besar mencapai Rp 502,4 triliun. Namun sejauh ini belum ada upaya konkrit untuk menekannya.
“Saya sedikit mengkritik pernyataan Pak Jokowi karena tidak ada upaya mengarah ke sana. Dalam nota APBN 2023, memang disampaikan ada penurunan jumlah subsidi dan kompensasi. Tetapi tidak tergambar jelas apakah ada kenaikan atau bagaimana. Revisi Perpres nomor 191 tahun 2014 sampai sekarang juga belum keluar, padahal ini penting sebagai upaya membatasi konsumsi pertalite dan solar subsidi. Di Perpres ini diatur kriteria-kriteria terkait pembatasan pertalite dan solar subsidi,” kata Mamit.
Tanpa adanya upaya pembatasan, lanjut Mamit, kuota pertalite dan solar subsidi di tahun ini bisa habis pada Oktober 2022 nanti.
“Berdasarkan perhitungan dari Pertamina dan kita juga, saat ini untuk Pertalite butuh 5 juta KL lagi, untuk solar mungkin sekitar 1,5 juta KL lagi sampai akhir tahun kalau tidak ada upaya apa-apa. Berdasarkan perhitungan saya juga, untuk menambah (kuota) butuh dana sekitar 65 triliun,” kata Mamit.
No comment yet, add your voice below!