
Kebijakan BLU (badan Layanan Umum) batu bara hingga kini masih berlangsung. Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mendorong agar pemerintah segera melakukan revisi Kepmen ESDM No 13/2022 tersebut.
Mamit memandang, adanya BLU bisa menjunjung prinsip keadilan yang lebih baik bagi produsen batu bara di Indonesia. ’’Revisi tersebut harus segera dilakukan agar rasa keadilan bagi seluruh produsen batu bara. Jangan sampai karena aturan denda yang besar (maka) produsen enggan berkontrak dengan PLN,’’ ujarnya di Jakarta.
Dia juga mewanti-wanti agar seluruh pihak bisa menomorsatukan kepentingan nasional. Dengan disahkannya BLU batu bara, maka asas keadilan, gotong royong dan menjaga daya beli masyarakat bisa tercapai.
Menurut dia, BLU merupakan solusi dari security of supply bagi kebutuhan batu bara bagi PLN. Sehingga pasokan batu bara bagi sektor kelistrikan nasional terjamin aman. ’’Melalui implementasi BLU maka akan tercipta kepastian yaitu PLN tetap membeli dengan harga USD 70 per MT. Kemudian, selisih harga pasar dikurangi USD 70 per MT dibayarkan langsung oleh BLU kepada para penambang dimana BLU akan mendapatkan dana dari iuran yang dibayarkan secara gotong royong oleh seluruh penambang batu bara sesuai dengan volume penjualan dan nilai kalori batu bara,’’ urai Mamit
Selain itu, adanya BLU akan membuat terciptanya ekosistem industri batu bara yang sehat dan berkesinambungan. Beban fiskal yang harus ditanggung oleh pemerintah juga tidak bertambah. Di saat yang sama, upaya menjaga tarif dasar listrik pun bisa berjalan.
Mengingat pentingnya fungsi BLU tersebut, Mamit mendorong kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan peraturan terkait posisi BLU ini. ‘’Jangan sampai pasokan HOP bagi PLN terus berkurang dan bisa berpotensi menimbulkan gangguan terhadap pasokan listrik, baru kita ramai untuk mensahkan peraturan soal BLU ini. Lebih baik sedia payung sebelum hujan turun,’’ tuturnya.
Terpisah, Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan, wacana pembentukan BLU itu hingga kini masih berlangsung. Kementerian ESDM telah mengajukan izin prakarsa ke Kementerian Sekretariat Negara terkait bentuk payung hukum BLU batu bara. Namun hingga kini jenis bentuk payung hukumnya masih belum bisa ditetapkan.
’’Izin prakarsa belum mendapat persetujuan. Saat ini masih ada perdebatan payung hukum dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden,’’ ujarnya pada rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI.
Dia mengatakan telah menyiapkan sejumlah aturan turunan seperti Peraturan Menteri ESDM dan Keputusan Menteri ESDM jika nantinya skema BLU diatur dalam payung hukum perpres. Menurut Arifin, skema BLU batu bara sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri melalui penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi.
Dengan adanya BLU, maka PLN dan industri semen, pupuk, dan kertas hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual domestic market obligation atau DMO, yakni USD 70 per ton untuk PLN dan USD 90 per ton untuk industri. Nantinya, selisih antara harga pasar yang dikurangi dengan harga wajib PLN atau industri akan ditutup langsung oleh BLU yang memperoleh dana dari tarikan iuran ekspor para penambang.
No comment yet, add your voice below!