Energy Fest 2022, Pentingnya Partisipasi Masyarakat Dalam Transisi Energi

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam transisi energi. Menurutnya pengelolaan energi tidak bisa berdiri sendiri berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, Kesehatan, perubahan iklim, lingkungan hidup dan pertahanan dan keamanan.

“Keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap aspek pengelolaan energi adalah sebuah keharusan dimulai dari tahap perencanaan, penyediaan, pemanfaatan, pengusahaan dan pengawasan,” ujar Mamit.

Peran serta masyarakat juga sangat penting jika ingin tercipta kebijakan yang berorientasi pada tansisi energi yang berkelanjutan. “Partisipasi masyarakat dalam menuju transisi energi adalah sebuah keharusan karena transisi energi memberikan dampak bagi perekonomian nasional, masyarakat dan pemerintah daerah,” tandas Mamit.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatro) Universitas Lampung (Unila) bertajuk Energy Fest 2022, Minggu (9/10) di Gedung Fakultas Teknik Unila, Bandar Lampung yang dihadiri lebih dari 100 peserta yang hadir secara offline.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan literasi transisi energi untuk para mahasiswa Dalam kegiatan Energy Fest ini, menghadirkan narasumber ASN Kementerian ESDM Penemu APDAL (Alat Penyalur Daya Listrik) Fadholi Ardin, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dan Dosen Teknik Elektro Unila Khairudin.

Masih Berperan dalam Transisi Energi, Produksi Migas Perlu Ditingkatkan

Sektor Hulu minyak dan gas bumi (Migas) dinilai masih memegang peranan penting dalam proses transisi energi.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengungkapkan, kebutuhan energi di era transisi masih akan dipasok oleh energi yang berasal dari fosil, termasuk minyak dan gas bumi. Proses menuju tahun 2060 nett zero emission dalam proses perjalanannya energi terbarukan dan energi fosil saling melengkapi dan mengisi dalam bauran kebutuhan energi ke depan.

“Kebutuhan energi yang bersumber dari minyak dan gas terus meningkat. Saat ini saja Indonesia adalah net importir minyak dari sejak tahun 2004. Oleh karena itu di era transisi energi pemerintah harus meningkatkan produksi minyak agar bisa mengurangi impor minyak, sehingga negara memiliki ruang yang lebih luas untuk mengalokasikan pembiayaan energi terbarukan,” kata Mamit dalam Forum Group Discussion SKK Migas, Senin (3/10).

Mamit menegaskan, industri hulu migas perlu dukungan besar dari berbagai stakeholders agar kekayaan alam migas dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat dari UUD 1945. 

Pada sisi lain Industri hulu migas mampu bertransformasi dalam menuju energi yang lebih bersih, dengan cara melakukan efisiensi energi maupun mengembangkan potensi bisnis CCS/CCUS.

Bahkan ke depan, jika bisnis CCS/CCUS sudah sanga dominan, justru industri hulu migas telah berubah menjadi industri bersih, karena membantu menyerap dan menyimpan CO2 yang dikeluarkan oleh industri lain, seperti industri semen, industri besi baja dan lainnya.

“Hal yang mendesak adalah revisi UU Migas untuk segera dibuat dalam rangka melindungi / menjaga keberlangsungan Industri Hulu Migas dan multiplier effect nya. Perlu adanya political will dari semua pihak. Ada atau tidak ada dalam prolegnas, karena amanat revisi UU Migas adalah merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi, maka setiap saat jika ada political will, maka revisi UU Migas bisa dibahas Pemerintah dan DPR,” tegas Mamit.

Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal mengungkapkan, sejumlah hal kini menjadi fokus dalam investasi hulu migas seperti kepastian hukum yaitu revisi UU Migas, aspek perizinan, insentif fiskal untuk menunjang keekonomian (perbaikan split, Domestic Market Obligation free full price dan lainnya), kemudian insentif perpajakan terkait implementasi UU & Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dan revisi PP 53/2017 serta PP 27/2017. Isu lain terkait hulu migas adalah perbaikan skema KSO yang mencakup antara lain baseline, tidak ada Cost Recovery Cap, sliding scale split s/d 15% dan lainnya.

“Pemerintah terus melakukan koordinasi lintas instansi untuk mendiskusikan dan mencari apa saja yang bisa dilakukan perbaikan dalam rangka meningkatkan iklim investasi hulu migas. Terkait isu yang menjadi kendala tersebut telah dilakukan beberapa hal seperti masukan ke Badan Keahlian DPR terkait RUU Migas. Adapun untuk perizinan SKK Migas melalui one door service policy (ODSP) telah membuat proses penerbitan rekomendasi perizinan menjadi lebih cepat yaitu 1,02 hari kerja. Kita juga sudah menyampaikan usulan percepatan perizinan industri hulu migas,” jelas Kemal.

Kemal menambahkan, terkait insentif fiskal untuk menunjang keekonomian, telah diaplikasikan di KKKS EMCL, PHM, PHSS, PHKT. Adapun untuk insentif perpajakan, saat ini rancangan PP sedang dalam tahap harmonisasi serta pembahasan rancangan revisi PP 53/2017 dan PP 27/2017. Langkah maju terus dilakukan oleh instansi terkait hulu migas.

“Kita membutuhkan dukungan seluruh stakeholder karena Keberhasilan industri hulu migas adalah keberhasilan kita bersama, terlebih saat ini investasi energi baru dan terbarukan (EBT) dan Migas semakin bersaing. Upaya memperbaiki iklim investasi hulu migas tentu tidak mudah, karena juga bersaing dengan negara-negara lain”, ujar Kemal.

Dalam jangka panjang, kegiatan eksplorasi terus digencarkan karena akan memberikan dampak jauh melampaui tahun 2030 sebagai upaya mendukung keberlanjutan industri hulu migas di Indonesia. Hal ini sejalan dengan upaya meningkatkan produksi migas nasional dari cadangan migas yang ada, Pemerintah dan SKK Migas terus menggencarkan kegiatan eksplorasi.

Mungkinkah Harga Pertalite Turun Mengikuti Pertamax?

Harga beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM) mengalami penurunan harga, yakni Pertamax dan Pertamax Turbo. Penurunan itu terjadi di tengah tren penurunan harga minyak mentah dunia menjadi ke level di bawah 100 dollar AS per barrel.

Mengutip data Bloomberg, pada Jumat (7/10/2022), harga minyak mentah berjangka Brent berada di level 95,35 dollar AS per barrel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berada di level 89,44 dollar AS per barrel.

Harga Pertamax kini dibanderol Rp 13.900 per liter dari sebelumnya seharga Rp 14.500 per liter, begitu pula dengan Pertamax Turbo menjadi seharga Rp 14.950 per liter dari sebelumnya Rp 15.900 per liter. Namun, penurunan harga tidak terjadi pada Pertalite yang tetap dipatok Rp 10.000 per liter.

Apakah ada peluang untuk harga BBM Pertalite turun mengikuti Pertamax?

Menurut Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan, peluang harga Pertalite kembali turun masih jauh. Sebab saat ini harga jual BBM RON 90 itu belum mencapai harga keekonomiannya.

Harga Pertalite yang saat ini dijual ke masyarakat telah disubsidi oleh pemerintah dalam bentuk kompensasi kepada Pertamina, sehingga harga jualnya masih di bawah harga yang seharusnya.

“Sampai saat ini saya melihat peluang pertalite turun ini masih jauh. Hal ini karena memang belum masuk ke harga keekonomian. Masih ada beban kompensasi yang harus ditanggung pemerintah,” ujarnya kepada Kompas.com dikutip Jumat (7/10/2022).

Pertimbangan lainnya, harga minyak mentah dunia masih berpotensi kembali naik. Hal ini dikarenakan negara-negara Barat yang memiliki musim dingin akan meningkatkan penggunaan energi, terlebih diikuti momentum Natal dan tahun baru.

“Saat ini harga minyak cenderung naik juga. Apalagi menjelang musim dingin, juga Natal serta tahun baru. Kebutuhan akan energi pasti mengalami peningkatan,” kata Mamit.

Di sisi lain, negara-negara pengekspor minyak atau OPEC+ memutuskan memangkas produksi hingga 2 juta barrel per hari. OPEC+ berpendapat, langkah ini bisa mendorong pemulihan harga minyak mentah, yang sempat turun ke sekitar 80 dollar AS per barrel.

Kondisi pemangkasan produksi OPEC+ tersebut maka akan mengurangi pasokan minyak mentah di pasar global yang berakibat pada kenaikan harga.

Mamit menambahkan, jika harga Pertalite diturunkan, belum tentu pula akan diikuti dengan penurunan harga kebutuhan pokok dan tarif transportasi publik. Alhasil, penurunan harga tidak sepenuhnya bisa dinikmati masyarakat. “Yang ada nanti hanya berkurang di BBM tetapi yang lain tetap sama. Jadi masyarakat tidak mendapatkan manfaat secara optimal dari penurunan harga BB subsidi ini,” pungkasnya.

Wacana RI Impor Minyak Mentah dari Rusia, Energy Watch: Berani Lawan Amerika?

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan ragu-ragu Indonesia siap menghadapi risiko embargo dari Amerika Serikat jika mengimpor minyak mentah dari Rusia. Wacana impor itu kembali mencuat setelah disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. 

“Secara politik, ini mampu enggak kita menghadapinya? Sama transaksinya harus menggunakan Ruble. Ini saya khawatir, emang kita berani lawan AS (Amerika Serikat) dan sekutunya?” ujar Mamit.

Mamit mengakui Indonesia berkesempatan mendapatkan harga minyak mentah 30 persen lebih murah ketimbang harga acuan minyak dunia jika mengimpor dari Rusia. Rencana ini, kata dia, bisa membantu beban keuangan negara dan PT Pertamina (Persero) sehingga mendorong harga BBM lebih terjangkau. 

Hanya, Mamit memberikan beberapa catatan jika wacana itu benar-benar dilakukan. Pertama, dia melanjutkan, negara perlu memastikan kesiapan kilang Pertamina dalam merefinery minyak dari Rusia. 

Pemerintah perlu memperhatikan kecocokan spek minyak Rusia dengan spek kilang yang dimiliki Pertamina. Kedua, negara harus memiliki sikap saat menghadapi ancamana embagro dari Amerika Serikat dan sekutunya. 

Selain itu, dia berujar, Indonesia akan menghadapi mekanisme pembelian yang rumit karena nilai tukarnya menggunakan Ruble. “Bisakah pemerintah menghadapi semuanya? Jadi saya kira wacana ini sulit untuk dilakukan karena banyak yang harus di persiapkan. Enggak semudah seperti yang disampaikan Pak SU (Sandiaga Uno),” katanya.

Sandiaga Uno sebelumnya mengatakan Indonesia bisa memanfaatkan momentum perang Rusia dan Ukraina untuk mendapatkan minyak mentah dengan harga murah. 
“Kalau buat teman-teman CEO master mind ambil enggak? Ambil. Pak Presiden Joko Widodo alias Jokowi juga mikirnya sama. Ambil,” katanya seperti dikutip dari video yang diunggah melalui akun Instagram pribadinya, 20 Agustus 2022. 

Meski demikian, Sandiaga mengakui tak banyak pihak setuju. Musababnya, Indonesia akan berisiko menghadapi ancaman embargo dari Amerika Serikat. “Ya biarin saja kalau diembargo, paling kita enggak bisa makan McDonlad. Makan Baba Rafi-lah,” tutur dia.

Adapun Sandiaga menduga di tengah perang, Rusia mengambil keuntungan besar dari penjualan minyak mentahnya. Rusia, kata dia, setiap harinya mengapalkan minyak dengan harga di bawah pasar dan keuntungannya US$ 6 miliar per hari.

“Cost of war kira-kira berapa? US$ 1 miliar, jadi Rusia profit setiap hari berpaa? US$ 5 miliar,” ujar dia. 

Melihat itu, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu melanjutkan, Indonesia semestinya kudu pintar memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan harga minyak murah. Salah satu negara yang sudah melakukannya adalah India. 

Wacana mengimpor minyak Rusia sejatinya telah muncul sejak Maret lalu. Rencana pembelian bahan bakar mentah itu disampaikan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam rapat bersama DPR. Kala itu, Nicke mengatakan perseroan sedang menyiapkan proses pembelian secara business to business atau B to B. 

Nicke menuturkan, selain dengan Kementerian Luar Negeri, perusahaan minyak negara berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Ia memastikan proses pembelian tersebut tidak akan menimbulkan persoalan politis sepanjang perusahaan yang bekerja sama dengan Pertamina tidak terkena sanksi.

Namun dua bulan kemudian, Pertamina mengumumkan batal membeli minyak mentah dari negeri beruang merah. Perusahaan pelat merah itu beralasan stok BBM di dalam negeri mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. 

Energy Watch: Meskipun Diprotes Masyarakat, Kenaikan Harga BBM Subsidi Perlu

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan memperingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengambil kebijakan menaikkan harga BBM subsidi dan kompensasi. Sebab dampaknya bisa menggerus daya beli masyarakat dan meningkatkan inflasi. Namun, Mamit melihat keputusan ini memang harus segera diambil untuk lebih menyehatkan APBN. Apalagi selama ini penyaluran pertalite dan solar subsidi banyak yang tidak tepat sasaran.

“Yang namanya kenaikan BBM, pasti akan berdampak pada daya beli dan juga inflasi karena otomatis ada kenaikan harga barang dan jasa. Ini akan menambah beban masyarakat di tengah kondisi yang belum pulih pascapandemi. Tinggal dihitung berapa persen kenaikan pertalite maupun solar subsidi, sehingga bisa dihitung dampaknya terhadap inflasi. Jadi saya kira pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan ini. Tetapi ini menjadi salah satu cara untuk menyelamatkan APBN kita, memberikan ruang fiskal yang sedikit longgar,” kata Mamit kepada Beritasatu.com, Kamis (18/8/2022).

Mamit menyampaikan, kenaikan harga BBM subsidi juga bisa memberi dampak sosial, seperti aksi demo menolak kenaikan harga BBM. Hal ini juga perlu dipertimbangkan karena bisa memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Namun, Mamit akan memberi acungan jempol apabila pemerintah berani mengambil kebijakan yang tidak populis ini.

“Kita memang perlu menaikkan harga pertalite dan solar subsidi karena harga keekonomiannya sudah sangat tinggi, dan juga gampang terjadi penyelewengan apalagi solar subsidi. Jadi saya kira kebijakan ini harus diambil, tinggal seberapa beraninya pemerintah karena pastinya ada dampak sosial juga,” kata Mamit.

Ketimbang dilakukan bertahap, Mamit menilai rencana kenaikan BBM subsidi ini sebaiknya dilakukan sekali saja agar dampak yang ditimbulkan tidak berulang.

“Kalau naiknya sedikit-sedikit, lalu bulan depan naik lagi, dampaknya bisa berulang. Lebih baik sekalian saja, sehingga bisa ditangani dampaknya sekaligus,” kata Mamit.

Mamit juga menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo yang berulang kali menyampaikan anggaran untuk subsidi energi dan kompensasi pada tahun ini yang sangat besar mencapai Rp 502,4 triliun. Namun sejauh ini belum ada upaya konkrit untuk menekannya.

“Saya sedikit mengkritik pernyataan Pak Jokowi karena tidak ada upaya mengarah ke sana. Dalam nota APBN 2023, memang disampaikan ada penurunan jumlah subsidi dan kompensasi. Tetapi tidak tergambar jelas apakah ada kenaikan atau bagaimana. Revisi Perpres nomor 191 tahun 2014 sampai sekarang juga belum keluar, padahal ini penting sebagai upaya membatasi konsumsi pertalite dan solar subsidi. Di Perpres ini diatur kriteria-kriteria terkait pembatasan pertalite dan solar subsidi,” kata Mamit.

Tanpa adanya upaya pembatasan, lanjut Mamit, kuota pertalite dan solar subsidi di tahun ini bisa habis pada Oktober 2022 nanti.

“Berdasarkan perhitungan dari Pertamina dan kita juga, saat ini untuk Pertalite butuh 5 juta KL lagi, untuk solar mungkin sekitar 1,5 juta KL lagi sampai akhir tahun kalau tidak ada upaya apa-apa. Berdasarkan perhitungan saya juga, untuk menambah (kuota) butuh dana sekitar 65 triliun,” kata Mamit.

Energy Watch: Subsidi BBM Dikurangi Tepat, Sudah Cukup Kita Bakar Uang di Jalan

Rencana pemerintah mengurangi BBM bersubsidi menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Langkah tersebut dianggap tepat, lantaran selama ini yang menikmati BBM subdisi mayoritas kalangan menengah ke atas.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengapresiasi langkah berani pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubdisi. Pandangan Mamir, harga minyak mentah dunia saat ini sangat tinggi dibandingkan sebelum adanya pandemi Covid-19.

Menurutnya, rencana pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM Subsidi sudah tepat dan tidak terelakkan. Sebab, kebijakan kenaikan itu sebagai dampak dari kenaikan harga minyak mentah dunia.

“Sebagaimana kita ketahui bahwa harga minyak saat ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” ucap Mamit kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (21/8).

Dalam pandangan Mamit, APBN terbakar sia-sia jika pemerintah terus menerus melakukan subsidi. Padahal, ratusan triliun uang negara tersebut bisa dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan rakyat kecil.

Selain itu, Mamit menilai subsidi BBM membuat beban keuangan negara sangat berat karena beban subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan kepada badan usaha.

“Melalui kenaikan ini dapat mengurangi beban subsidi energi yang saat ini sangat tinggi. Sudah cukup saatnya kita membakar uang kita di jalan,” katanya.

“Subsidi bisa dialihkan secara langsung kepada masyarakat miskin dan sektor lain yang membutuhkan (pendidikan, kesehatan dsb),” imbuhnya,

Dia menambahkan dengan menaikkan harga BBM subsidi tersebut, akan mengurangi disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi.

 “Selain itu, subsidi BBM sebaiknya tetap harus diatur penggunaannya dan ditujukan untuk masyarakat yang berhak,” tutupnya

Energy Watch Ingatkan Komitmen Jokowi Tahan Harga Pertalite

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar pada paruh kedua tahun ini.

Mamit beralasan manuver pemerintah yang belakangan ingin menaikkan harga BBM murah itu bakal menekan kemampuan daya beli masyarakat. Padahal, kata Mamit, pemerintah masih memiliki kemampuan fiskal yang cukup kuat untuk menahan harga BBM bersubsidi tersebut.

“Saat ini masyarakat masih belum pulih, saya kira masih ada solusi lain. Pemerintah bisa melobi Banggar DPR untuk penambahan kuota,” kata Mamit saat dihubungi, Senin (15/8/2022).

Setelah itu, Mamit mengatakan, pemerintah dapat menentukan langkah berikutnya menyusul kondisi harga minyak mentah dunia tahun depan. Menurut dia, daya beli masyarakat relatif lebih kuat untuk menerima kebijakan anyar terkait dengan niaga BBM bersubsidi tersebut.

“Pak Jokowi juga bilang tidak ada kenaikan harga pertalite tahun ini, saya kira itu jadi komitmen kita bersama,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan pemerintah belakangan berencana untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar di tengah kemampuan fiskal negara yang makin sempit pada paruh kedua tahun ini.

Targetnya, Arifin mengatakan, kebijakan penyesuaian harga itu bakal diambil berbarengan dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang diharapkan selesai pada bulan ini. “Ya dalam bulan ini lah, dalam waktu dekat harus bisa kita lakukan,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (15/8/2022).

Disaat Kondisi Begini, Menteri Bahlil Seharusnya Berbicara Sesuai Tupoksinya

Bahan bakar Minyak (BBM) kini berpotensi langka di berbagai SPBU, imbas dari kuota subsidi dan Pertamina tidak ingin ambil resiko merugi, selain itu pemerintah terpaksa memilih menaikan harga berbagai jenis BBM dan LPG 3 kg bertujuan mengurangi beban subsidi energi yang mencapai Rp. 502 triliun.

Hal ini terlihat rasional sejak Presiden Joko Widodo mengungkapkan pada Jumat (12/8/2022) bahwa tidak ada negara yang mampu mensubsidi sebesar itu dalam kondisi global saat ada ancaman krisis energi  dan krisis pangan serta krisis keuangan akibat dampak perang Ukraina dan Rusia.

Yang menjadikan pertanyaan adalah, rencana kenaikan BBM diumumkan bukan oleh Menteri ESDM, namun Menteri Investasi BKPM Bahlil Lahadalia yang bukan tupoksinya. Pasalnya, Bahlil menucapkan itu kepada media pada Jumat (12/8/2022), bahwa jika harga minyak dunia diatas USD 100 per barel dan Pemerintah tetap menahan harga jual BBM Pertamina, maka subsidi Pemerintah bisa mencapai Rp. 600 Triliun, karena asumsi di APBN hanya USD 63 per barel dengan nilai tukar rupiah 14.750 perdolar.

Sebelumnya Bahlil meragukan kekuatan dari APBN dalam menanggung anggaran subsidi yang semakin melonjak tinggi. “Sampai kapan APBN kita akan kuat menghadapi subsidi semakin tinggi?” ungkap bahlil dalam akurat.co yang dirilis jumat (12/8/2022).

Tak hanya itu, Bahlil juga mengaskan bahwa selama ini subsidi yang diberikan pemerintah berupa subsidi BBM Sebagian besar belum tepat sasaran. “Kayak saya kalua pakai minyak subsidi in ikan nggak adil dong”. Ujarnya.

“Tetapi kalua yang lainnya ini mungkin tidak subsidi. Sebagiannya tetap akan subsidi, mungkin iya atau mungkin ada perubahan. Karena APBN kita (saat ini) sudah terlalu tinggi,” tegas Bahlil.

Disisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite tidak akan mengalami penyesuaian atau kenaikan harga. Hal ini seiring dengan menipisnya kuota jenis BBM khusus penugasan (JBKP) itu.

Pemerintah, kata dia sementara ini masih mempertahankan harga BBM jenis Pertalite di level Rp. 7.650 per liter. Namun, ia menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih bijak lagi dalam mengkonsumsi BBM.

“Pertalite ini kita pertahankan, sementara pertahankan. Cuma ya Langkah pertama ini kita harus bisa menghimbau masyarakat untuk hemat energi,” kata Arifin Tasrif dirilis oleh cnbcindonesia.com pada kamis (11/8/2022)

Dua statement berbeda dari kedua Menteri tersebut perlu diwaspadai mengingat pembantu presiden ini memiliki agenda masing-masing untuk 2024, sehingga bisa terjadi sebelumnya telah memberikan masukan yang kurang baik bagi Presiden. Selain itu, Menteri Bahlil harus bekerja sesuai tupoksinya agar tidak meresahkan masyarakat karena imbas dari kelangkaan dan kenaikan harga BBM di masyarakat.

Energy Watch Dorong Pemerintah Revisi Kepmen ESDM No 13/2022

Kebijakan BLU (badan Layanan Umum) batu bara hingga kini masih berlangsung. Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mendorong agar pemerintah segera melakukan revisi Kepmen ESDM No 13/2022 tersebut.

Mamit memandang, adanya BLU bisa menjunjung prinsip keadilan yang lebih baik bagi produsen batu bara di Indonesia. ’’Revisi tersebut harus segera dilakukan agar rasa keadilan bagi seluruh produsen batu bara. Jangan sampai karena aturan denda yang besar (maka) produsen enggan berkontrak dengan PLN,’’ ujarnya di Jakarta.

Dia juga mewanti-wanti agar seluruh pihak bisa menomorsatukan kepentingan nasional. Dengan disahkannya BLU batu bara, maka asas keadilan, gotong royong dan menjaga daya beli masyarakat bisa tercapai.

Menurut dia, BLU merupakan solusi dari security of supply bagi kebutuhan batu bara bagi PLN. Sehingga pasokan batu bara bagi sektor kelistrikan nasional terjamin aman. ’’Melalui implementasi BLU maka akan tercipta kepastian yaitu PLN tetap membeli dengan harga USD 70 per MT. Kemudian, selisih harga pasar dikurangi USD 70 per MT dibayarkan langsung oleh BLU kepada para penambang dimana BLU akan mendapatkan dana dari iuran yang dibayarkan secara gotong royong oleh seluruh penambang batu bara sesuai dengan volume penjualan dan nilai kalori batu bara,’’ urai Mamit

Selain itu, adanya BLU akan membuat terciptanya ekosistem industri batu bara yang sehat dan berkesinambungan. Beban fiskal yang harus ditanggung oleh pemerintah juga tidak bertambah. Di saat yang sama, upaya menjaga tarif dasar listrik pun bisa berjalan.

Mengingat pentingnya fungsi BLU tersebut, Mamit mendorong kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan peraturan terkait posisi BLU ini. ‘’Jangan sampai pasokan HOP bagi PLN terus berkurang dan bisa berpotensi menimbulkan gangguan terhadap pasokan listrik, baru kita ramai untuk mensahkan peraturan soal BLU ini. Lebih baik sedia payung sebelum hujan turun,’’ tuturnya.

Terpisah, Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan, wacana pembentukan BLU itu hingga kini masih berlangsung. Kementerian ESDM telah mengajukan izin prakarsa ke Kementerian Sekretariat Negara terkait bentuk payung hukum BLU batu bara. Namun hingga kini jenis bentuk payung hukumnya masih belum bisa ditetapkan.

’’Izin prakarsa belum mendapat persetujuan. Saat ini masih ada perdebatan payung hukum dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden,’’ ujarnya pada rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI.

Dia mengatakan telah menyiapkan sejumlah aturan turunan seperti Peraturan Menteri ESDM dan Keputusan Menteri ESDM jika nantinya skema BLU diatur dalam payung hukum perpres. Menurut Arifin, skema BLU batu bara sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri melalui penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi.

Dengan adanya BLU, maka PLN dan industri semen, pupuk, dan kertas hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual domestic market obligation atau DMO, yakni USD 70 per ton untuk PLN dan USD 90 per ton untuk industri. Nantinya, selisih antara harga pasar yang dikurangi dengan harga wajib PLN atau industri akan ditutup langsung oleh BLU yang memperoleh dana dari tarikan iuran ekspor para penambang. 

Tahan Penurunan Produksi, PHR Serahkan Rancangan PoD Blok Rokan

PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) resmi menyerahkan rancangan plan of development atau PoD teknologi chemical enhanced oil recovery (EOR) kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada Senin (8/8/2022).

Rencana penerapan teknologi chemical EOR dimaksudkan untuk menahan laju penurunan produksi Blok Rokan yang belakangan sudah mencapai posisi 26 persen.

“Sekarang kita serahkan rancangan PoD tahap pertama, mudah-mudahan dapat segera dikaji SKK Migas dalam satu bulan ini,” kata Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jaffee Arizon Suardin saat ditemui Bisnis di Lapangan Duri, Pekanbaru, Senin (8/8/2022).

Rencanannya, Jafee mengatakan perseroannya bakal mulai membangun fasilitas yang dibutuhkan untuk penerapan chemical EOR itu tahun depan setelah kajian SKK Migas rampung. Hanya saja, Jafee enggan menerangkan lebih rinci terkait dengan jenis kandungan kimia yang digunakan Pertamina Hulu Rokan sebagai alternatif dari milik Chevron.

Dia hanya memastikan perseroan telah mengajak sejumlah mitra strategis untuk pengembangan kandungan kimia dalam upaya penerapan teknologi EOR di salah satu blok sepuh tersebut. Manuver itu juga dilakukan untuk ikut menekan ongkos produksi dari lapangan tua Rokan.

“Kita membuka diri untuk bermitra dengan beberapa perusahaan sebagai alternatif dari kandungan kimia yang dulu dipakai Chevron,” tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, PT Pertamina (Persero) terus berupaya untuk meningkatkan laju produksi Wilayah Kerja (WK) Rokan setelah satu tahun alih kelola dari PT Chevron Pacific Indonesia. Kendati laju penurunan produksi tercatat mencapai rata-rata 26 persen, Pertamina makin intensif untuk melakukan kegiatan eksplorasi konvensional dan non konvensional bekerjasama dengan sejumlah pihak di blok itu.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan sejumlah kegiatan eksplorasi intensif pada salah satu blok minyak sepuh dalam negeri itu belakangan efektif untuk menekan laju penurunan produksi. Malahan, Nicke mengatakan, perseroan mencatatkan tingkat produksi di Blok Rokan mengalami titik balik atau peningkatan dibandingkan sebelum alih kelola satu tahun yang lalu.

“Dengan program-program yang kita lakukan, produksi bisa kita tingkatkan total pengeboran kurang lebih 370 sumur, jumlah rig sebelum alih kelola hanya 9 rig itu pun baru masuk 10 bulan terakhir hari ini ada 21 rig,” kata Nicke saat melakukan pertemuan dengan Pemimpin Redaksi di Rumbai Country Club (RCC), Pekanbaru, Minggu (7/8/2022).

Berdasarkan catatan Pertamina, rata-rata produksi minyak di Blok Rokan sebelum alih kelola sebesar 158,7 Million Barrel Oil Per Day (MBOPD). Adapun rata-rata produksi setelah alih kelola setahun terakhir mencapai 159 MBOPD dan pernah berada di angka 161,9 MBOPD.

Sementara volume cadangan awal transisi sebesar 320,1 Million Barrels of Oil Equivalent (MMBOE). Saat alih kelola cadangan minyak mentah di Blok Rokan naik menjadi 370,2 MMBOE.

“Rencana 27 rig yang akan dioperasikan akhir tahun ini luar biasa peningkatannya untuk pengeboran dan work over, well service ini kita tambah 32 rig saat ini dan 52 rig akhir tahun, ini mungkin tertinggi bagi Tim Rokan,” kata dia.

Seperti diketahui setelah hampir 50 tahun dikelola PT CPI, Blok Rokan diserahkan kepada Pertamina pada 2021 lalu. Pemerintah belakangan tidak memperpanjang kontrak PT CPI dan memberikan hak pengelolaan ladang minyak itu kepada Pertamina.

Dari sisi komersial, Pertamina dalam proposalnya mencantumkan signature bonus sebesar US$784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun, komitmen kerja pasti sebesar US$500 juta atau sekitar Rp7,2 triliun dan potensi pendapatan negara selama 20 tahun kedepan sebesar US$57 miliar atau sekitar Rp825 triliun.

Setelah 100 persen pengelolaan dipegang oleh Pertamina, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM, maka 1 persen akan menjadi participating interest (PI) Pemerintah Daerah melalui Badan Usaha Daerah (BUMD) yang ditunjuk.

Blok Rokan adalah ladang minyak dengan cadangan paling besar yang pernah ditemukan di Indonesia, saat ini Blok Rokan menyumbang 26 persen dari total produksi nasional. Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan di mana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik, yaitu Duri, Minas dan Bekasap.

Cadangan minyak yang dimiliki Blok Rokan mencapai 500 juta hingga 1,5 miliar barel oil equivalent tanpa Enhance Oil Recovery atau EOR.